Tulisan ini di publikasikan oleh @SuaraSupporter dengan penulis yang sama.
“Tongkat kayu dan batu jadi tanaman, Orang bilang tanah kita tanah surga…”
Petang ini pukul delapan belas lewat dua belas menit sebelum azan maghrib berkumandang di kota ini, saat perangkat radio tua milik ayahku melantunkan lirik yang mungkin tak asing dari pendengaran. Iya, lirik itu janggal. Secarik kertas yang berjudul “Pengantar Ilmu Pertanian” yang lama ku letakkan di tumpukkan itu kuraih dengan rasa penasaran tinggi hingga kusimpulkan “Lirik tadi Ngaco.” Kenapa? Ya, disana tertulis ±70% tanah di Indonesia tidak subur. Apa masalahnya? Tanah Ultisol Indonesia memiliki tingkat kemasaman sekitar 5,5 dan Senyawa-senyawa Al monomerik dan Al –hidroksi merupakan sumber utama kemasaman dapat tukar dan kemasaman tertitrasi pada Ultisol. Tapi, dengan semua hal tersebut. Tanaman tetap dapat tumbuh baik di Indonesia, kenapa? Akar-akar tanaman menyesuaikan diri dengan kondisi biotik dan abiotik di Indonesia, khususnya tanah sebagai media tanamnya. Mereka tetap tumbuh baik dengan keadaan Alumunium yang toksik untuk mereka dan secara sukarela menjadi produsen utama dalam trofik rantai makanan, bahkan dengan bonus oksigen yang mereka beri.
Ini bukan artikel tentang Sustainable Agriculture, tapi ini tentang kaitan dengan sepakbola. Kalau kita analogikan Sepakbola sebagai Tanaman dan Atmosfir sepakbola kita dengan Tanah yang tidak subur tadi menjadi suatu korelasi yang agak dipaksakan, mungkin akan terlihat sedikit kaitannya. Ya, iklim sepakbola kita kini mungkin kurang bersahabat, baik bagi pemain, klub dan juga supporternya. Semua ini berimbas kepada timnas yang kendor dibuatnya menurut hemat saya. Tetapi ada filosofi yang diterapkan tanaman yang mungkin menjadi motivasi bagi tiap pemain, apalagi saat berseragam timnas. Mereka tetap tumbuh dengan kondisi iklim buruk sekalipun, berusaha menghasilkan hasil terbaik dan tetap rela menyediakan produk yang dengan asyik dapat kita kunyah.
Kita memang belum mempunyai pengelolaan yang baik dalam sepakbola, kita mungkin tidak memiliki training ground kelas dunia yang mampu meningkatkan endurance pemain. Tapi kita akan selalu punya semangat dan motivasi juara seperti saat biji menembus kerasnya seed coat sampai akhirnya menjadi tanaman yang tak hanya memberi hasil, namun melindungi dari panas dan menyediakan oksigen secara cuma-cuma kepada kita semua. Semangat yang lebih keras dari kapalan anak-anak yang bermain telanjang kaki dengan bola plastik dengan sendal sebagai tiangnya.
Teruntuk mereka yang bermain dengan logo garuda di dada kiri. Saya bukanlah pemain sepakbola. bahkan bermain dengan bola berukuran 4 selama 15 menit menguras fisik saya untuk seminggu. Sangat muluk apabila saya meminta kalian mampu menahan imbang chekoslovakia ataupun mengalahkan uruguay sekali lagi. Saya hanya berharap, di kaki kalianlah sepakbola Indonesia akan mulai meninggalkan keterpurukannya. Saya tidak berharap kalian bisa memenangkan tiap laga yang menguras fisik dan juga emosi kalian. Walaupun munafik saya dan jutaan orang apabila tidak menginginkan kemenangan dan gelar juara tentunya, hehehe…
Teruntuk mereka pemakai seragam kebanggaan dengan kelir hijau kecil di lengannya. Berjuanglah dengan sepenuh hati dan semangat, lupakan segala hal yang mungkin mengendurkan keinginan untuk memenangkan tiap laga. Karena tanah ultisol adalah tanah yang sesungguhnya sangat potensial apabila dikelola secara benar, dan tanah itu hanya berjarak setebal alas kaki kita saat berdiri. Dan kita tidak kalah potensial, kita akan mampu mengejutkan dunia dengan sepakbola kita. Layaknya kita mampu mengejutkan dunia dengan mampu swasembada beras setelah menjadi salahsatu negara importir padi terbesar di dunia. Ya, dari tanah ultisol itu kita belajar, dan dari tanah ultisol itu kita merakit mimpi. Sampaikan salam bangga anak-anak yang bermain bola sebelum maghrib itu ke dunia, karena kami yakin kalian akan selalu bisa. Karena kebanggaan kami pada kalian adalah salah satu dari ribuan alasan kami untuk terus mencintai negeri ini.
Selesai.
http://suarasupporter.com/tongkat-kayu-dan-batu-jadi-tanaman/
0 komentar:
Post a Comment